Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

KKN itu......


KKN posdaya

        Sedikit kisahku tentang KKN alias kuliah kerja nyata. sebenarnya sama seperti mata kuliah yang lain, ia juga masuk dalam daftar mata kulaih yang wajib ditempuh untuk mencapai gelar sarjana. KKN juga masuk dalam KRS online yang harus diisi di awal semester. Jumlah SKS nya juga sama dengan beberapa matakuliah lain, 3 SKS. Dalam menempuh KKN juga ada materi dalam kelas dan ujian tulis. Herannya, mata kuliah yang satu ini selalu bikin heboh.
 Heboh dalam dua artian. Ada yang menerima dengan senang hati, deg-degan, dan berbagai tanggapan positif lainnya. Ada juga yang kepikiran “gimana kalau di skip alias dilewatin aja?”, “males ah repot-repot hidup susah di desa”, dan berbagai ungkapan negatif sejenisnya.Kedua respon itu nggak salah. Mereka semua berhak menilai dari berbagai sudut pandang.
       Yang bikin KKN beda dari matakuliah atau matapraktikum lain itu mungkin dari beberapa hal berikut. Pertama, teman baru. Ini yang paling sering bikin galau. Dalam satu kelompok, pasti campuran mahasiswa dari berbagai jurusan. Kecil kemungkinan untuk sekelompok dengan teman se-jurusan, apalagi kalau jumlah mahasiswa dalam satu jurusan nggak banyak (seperti jurusanku. hehehe). Pertama kali LPM (lembaga pengabdian masyarakat-yang menangani kegiatan KKN) mengumumnkan daftar kelompok, pasti heboh deh. Jamanku KKN dulu, sosmed yang ngetren masih fb. Jadinya heboh cari tahu seperti apa teman sekelompoknya lewat fb. Rame deh pada online. Pas ketemu profil fb dari calon teman KKN yang dicari dan lihat fotonya, langsung syok deh. Hahaha... padahal belum tentu itu fotonya dia. Selain itu juga lewat BBM (blackberry message). Tapi nggak seheboh di fb sih.
       Pertama ketemuan biasanya mahasiswa eksakta akan memandang aneh ke mahasiswa sosial. “ke kampus kok pakai kaos, isi tas kok make up, mau ngampus apa ke kondangan kok rame banget dandannya, de el el......” itu kira-kira yang ada di pikiran anak eksakta. Sebaliknya, mahasiswa sosial pun memandang mahasiswa eksakta dengan tatapan miris. “sibuk banget ya sampai nggak sempat pakai krim muka atau sekedar lipstik lah, koleksi bajunya kayak pak Jokowi ya (hem kotak-kotak atau polosan lengan panjang), ni anak kelahiran tahun berapa sih dandannya kuno banget, itu buku apa bantal sih kok tebel amat, tas kok isinya masker-sarung tangan-serbet-dan pernak-pernik aneh gitu”bisa jadi ini yang ada di kepala anak sosial. Ini sungguh terjadi padaku, mahasiswa farmasi yang terjerat aturan tak tertulis bahwa seluruh mahasiswi kesehatan di universitasku (kecuali FKM) wajib mengenakan rok untuk bawahannya. Ditambah aturan resmi fakultas bahwa atasan harus berkerah yang diterjemahkan sebagian besar orang sebagai hem bermotif kotak-kotak. Terbayang kan kalau pakai rok, atasannya hem dengan sepatu tanpa hak tinggi plus parfum reagen kimia dan muka kucel seharian otak-atik tikus di lab lalu ketemuan dengan anak makhluk fakultas lain yang wangi, pakai lipstik, cantik, pakai alas kaki yang bisa bikin tinggi badan nambah 10 senti. Hahaha...
       Tapi percaya deh. Itu semua hanya kesan awal kalian ketemu. Mungkin kesan pertama judes, kaku, cuek, sok alim, ndeso, dan sederet kesan jelek lain. Pas udah tinggal bareng di lokasi pasti semua itu akan hilang, ganti dengan kesan baik yang nggak akan terlupakan. “eh, si Budi ternyata gaul juga walaupun suka pakai hem kotak-kotak” , “ternyata si Dewi walaupun keliatannya judes tapi paling perhatian, apalagi kalau ada teman yang sakit”.
Jadi, kalau ada kesan negatif pas awal ketemu mending simpan dalam hati aja. Biar nggak malu kalau seandainya penilaian kita ke orang itu salah. Ingat, don’t judge the book between it cover alias jangan pernah menilai pisang dari kulitnya.

      Faktor kedua, lokasi. Namanya KKN ya nggak mungkin lah di tempat yang sudah maju atau di perkotaan. Pasti di lokasi yang butuh pemikiran dan ide kreatif mahasiswa untuk menjadikannya lebih baik. Beruntung juga diriku kuliah di universitas yang nggak terletak di kota besar. Jadi KKN nya nggak sampai dikirim ke luar pulau seperti universitas-universitas besar di Indonesai. KKN ku cukup di dalam wilayah kabupaten saja. Kebetulan masih banyak sekali desa-desa disekitar kampus yang butuh sentuhan tangan mahasiswa.
       Beberapa desa lokasinya memang mendukung. Mulai dari akses masuk, sanitasi, listrik dan sarana prasarana lainnya, termasuk kondisi warganya. Namun beberapa desa juga memiliki kekurangan. Misalnya akses masuk yang sulit terjangkau, sulit air, sulit sinyal atau faktor lain yang bikin galau orang Jawa sepertiku adalah kultur masyarakatnya. Kebetulan sebagian besar masyarakat disini adalah suku madura. Syukur alhamdulillah, warga di desa Kepanjen kecamatan Gumukmas tempatku KKN sangat ramah. Mereka bisa bahasa Indonesia, bahkan ada orang jawa juga. Keramahan mereka cukup membuat kami sukses bertahan 45 hari dengan lokasi pesisir yang sulit sinyal dan akses masuknya susah. Mau ke minimarket harus ke kecamatan dulu. Mau ke pasar, harus ke desa sebelah. Sinyal telekomunikasi? Masya Allah... harus ekstra sabar. SMS masih bisa untuk operator tertentu. Kalau telpon atau buka sosmed ya harus nongkrong di jembatan dulu biar dapat sinyal bagus. Pengen nangis rasanya ketika tiba waktu ngisi KRS online dengan posisi nggak bisa meninggalkan lokasi KKN. Jadi deh bawa laptop di jembatan sambil memandang matahari terbit. Dari jalan besar kecamatan ke posko KKN sekitar setengah jam dengan jalan rusak dan berdebu tanpa ada kendaraan umum. Ini sebagian suka duka KKN ku. Kalau takceritakan ke teman-teman seangkatan yang belum nempuh KKN, mereka langsung mikir yang enggak-enggak, bahkan ada yang pengen nggak usah KKN karena takut nggak kuat menjalani. So, kenapa harus takut? Kita ini mahasiswa yang selain belajar juga punya kewajiban mengabdi pada masyarakat. Apa gunanya ilmu yang kita pelajari di banggku kuliah kalau nggak digunakan untuk kemajuan bangsa. Takut atau nggak mau hidup susah selama KKN? Insya Allah nggak ada kata susah kalau ditanggung bersama. Pasti ada aja solusi untuk mengatasi semua masalah yang muncul. Syaratnya harus jaga kekompakan dan kebersamaan. Suka duka harus ditanggung bersama, nggak boleh saling iri atau jaga gengsi. Sebisa mungkin cinta lokasi atau cinlok selama KKN dihindari, baik sesama teman maupun dengan warga desa.
        Sementara ini dulu ceritaku. Sepertinya terlalu panjang. Hehehe...
Intinya, KKN itu spesial, menyenangkan dan mengukir kenangan tak terlupakan.
tetap semangat!


Jember, Rabu 17 Desember 2014   23.51 WIB

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar